Pernahkah
kita melihat orang yang sangat pintar tapi kepribadiannya buruk? Apa kita kenal
orang yang secara akademik itu luar biasa pintar tapi hubungan sosialnya buruk?
Gue bukannya menyalahkan orang-orang pintar karena kita juga engga boleh
menggeneralisir kalau semua orang yang pintar secara akademis itu kayak begitu
semua. Engga jarang juga kok orang yang secara akademis oke tapi tetap bisa
bersosialisasi dengan baik, dan oke attitudenya. Yang mau gue tekankan disini
adalah kepintaran secara akademis saja itu enggak akan cukup.
Gue
sendiri bukanlah orang yang emang secara akademis itu super tapi gue tetap
sebisa mungkin memaksimalkan nilai dan akademis di kampus. Dan gue juga engga
akan membiarkan kalau nilai bakal rusak atau jeblok. Tapi yang paling penting
bahwa kehidupan jauh lebih luas dari itu.
Tapi
bagaimanapun juga kan kita gak bisa menyimpulkan orang begitu aja hanya
menyimpulkan dari IPK atau nilai akademis saja. Masih banyak lagi kan hal-hal
yang bisa kita liat. Bagi kita yang masih kuliah pasti sering mendengar
pertanyaan “berapa IPK-mu?”. Sah-sah aja nanya begini dan bagus pertanyaannya.
Tetapi kurang bijak rasanya kalau menyimpulkan mereka yang IPK dibawah 3.0 itu
bodoh. Gue menemukan beberapa temen gue yang secara IPK memang dibawah 3.0 dan
agak kesulitan pelajaran. Tapi gue salut kalau dia itu orangnya masih punya
kemauan kuat buat belajar, konsisten sama passionnya, dia masih punya
ketertarikan mempelajari hal baru dan dia bisa bekerja sama dengan baik.
Selain
kepintaran akademis dan teknis, kemampuan soft skill itu engga kalah penting
loh atau malah jauh lebih penting gais. Jadi ada kan yang namanya hard skill,
ada juga soft skill. Hard skill itu kemampuan-kemampuan yang sifatnya teknis
kayak matematika, komputer, Bahasa asing, sains, dll. Nah, soft skill itu emang
enggak masuk ke kurikulum sekolah. Tapi tau engga kalau di dunia yang
sebenarnya entah itu organisasi, perusahaan atau kehidupan sosial sehari-hari,
orang lebih menghargai soft skill dan hard skill. Karena soft skill itu
menyangkut tentang gimana cara kita memperlakukan orang lain dan gimana cara
kita berkomunikasi sama orang lain. Kita boleh pintar, tapi apa sih artinya
kalau kita kasar ke orang lain, omongannya nyakitin. Nah ini pentingnya soft
skill.
Sayangnya,
pendidikan soft skill belum banyak masuk kurikulum atau pelajaran resmi di
sekolah atau universitas. Kalau di jurusan ilmu komunikasi memang sehari-hari
belajarnya tentang soft skill. Tapi gue rasa pendidikan resmi soft skill atau
komunikasi yang mendasar itu penting dan sangat diperlukan dari sekolah sampai kuliah, bahkan kerja.
Tapi jangan khawatir ada kesempatan di tengah kesempitan. Kita bisa ikut
berbagai kegiatan seperti berorganisasi/gabung komunitas, magang atau bakti
sosial entah itu di kampus, atau luar kampus. Banyak sekali kesempatan untuk
melakukan ini. Sayang sekali kalau dilewatkan.
Tentu
nilai akademis tetap ada manfaatnya untuk dunia kerja dan dunia nyata. IPK
tetap dilihat, tapi yang kepribadian tidak bisa dibaca hanya dengan nilai
akademis. Jika kita bergabung dalam suatu organisasi atau komunitas, kita akan
belajar bagaimana berurusan dengan orang lain, bagaimana membangun kerja sama
yang sebenarnya. Kita hanya akan bisa menyimpulkan karakter orang dari cara dia
bekerja sama. Dan bekerja sama dalam organisasi itu enggak sama loh dengan cara
kita kerja sama di kelas. Di kelas masih ada bimbingan dari dosen atau pengajar
tapi tentu bekerja sama dalam organisasi semua balik ke kesadaran pribadi.
Di
tugas kelas, apa yang kita kerjakan hanya untuk dikumpulkan pengajar. Tetapi di
organisasi, apa yang kita kerjain itu emang bener-bener akan kita pake buat
dunia nyata. Kita bekerja dan melayani masyarakat. Engga cuma buat pajangan
kan. Sebenarnya enggak harus ikut organisasi, tapi sangat disayangkan kan kalau
kita enggak ada kegiatan selama kuliah, meskipun kita sukses banget di kelas.
Padahal kampus sendiri udah nawarin banyak kesempatan mulai dari jadi panitia
acara (event organizer), ikut lomba, tawaran magang, dan banyak lagi.
Kalau
dari pengalaman gue sendiri, Alhamdulillah gue udah mulai mencoba beberapa
pengalaman organisasi. Gue ambil kegiatannya secukupnya karena gue juga engga
mau itu jadi beban. Sejak SMA sampai sekarang, gue aktif di Remaja Masjid yang
namanya adalah “Remaja Masjid IRMAN IKHTIYAR KP3” dari Masjid Baiturrahman
Kemang Pratama 3. Selain itu gue juga mengambil pengalaman di Karang Taruna
Kemang Pratama 3.
Emang
sih nama organisasi ekstra kampus seperti remaja masjid dan karang taruna itu
bukan yang bergengsi namanya seperti kita ikut BEM atau OSIS. Bukan nama atau
popularitas yang gue cari. Gue mau cari pengalaman, ilmu, dan network. Ngapain
ikut-ikut organisasi cuma karena gengsi, nama, apalagi demi kekuasaan
Naudzubillahi Min Dzalik ya. Buat apa juga ikut organisasi cuma buat ngebuktiin
“nih lo, gue tu anak organisasi, gue ikut ini, ikut itu, rapat ini, rapat itu”.
Ikut rapat cuma buat di share ke Insta Story tapi kerjaannya, progessnya juga
ga sebanding.
Sibuk
organisasi itu sangat bagus, tapi jangan tenggelam ke sok sibuk. Sayang banget
kalau organisasi hanya sibuk untuk rapat, janji rapat tapi ujung-ujungnya hanya
gabut dan ga ngerjain apa-apa. Suksesnya kita di organisasi itu bisa kita liat
dari seberapa aktif kita menyampaikan ide, seberapa banyak inovasi yang kita
ciptakan, bukan sekedar rapat ini rapat itu. Sebenarnya ga ada salahnya juga
rapat banyak, toh gue di Karang Taruna juga biasa rapat banyak dan sampai
malam. Tapi asalkan ada sesuatu yang dikerjakan dan progresif ya bagus bagus
aja.
Jadi
jangan sekedar mencari kesibukan rapat ketika bergabung di organisasi. Tapi
yang terpenting di setiap acara rapat, manfaatkan waktu untuk menyampaikan ide,
bertanya dan berdiskusi. Atau juga manfaatkan waktu untuk menciptakan suatu
gagasan dan inovasi. Dalam organisasi, karakter orang itu keliatan banget. Yang
aktif lah, yang pasif, yang bener bener mau belajar sama yang cuma ikutan temen
itu keliatan banget. Ada juga yang suka bolos rapat tapi pas event baru dateng.
Wah ini nyebelin sih hahaha. Padahal kalau ikutan rapat kan kita bisa dapet
kesempatan buat kenalan sama banyak orang, dan membangun relasi. Apalagi kalau
di organisasi ekstra kampus, kita bisa kenalan sama orang yang heterogen. Beda
sekolah (kuliah sampai yang udah kerja) dan selisihnya juga jauh, beda
background, beda keahlian, dan banyak lagi. Kata siapa organisasi yang keren
hanya yang di kampus aja? Tergantung kebutuhan kita.
Itu
sih yang gue mau sampaikan. Cerita gue Insha Allah bisa jadi pelajaran buat
siapapun yang baca dan termasuk ini jadi reminder buat penulis. Engga berarti
lo harus mengikuti car ague, pake cara yang menurut lo cocok. Ada orang yang
lebih cocok ikut organisasi, ada juga yang ikutan relawan, ada yang ikutan
lomba, ada yang ikutan kursus dan banyak lagi. Bahkan ada yang nekat dan berani
buka usaha, jadi wirausaha. Yang ini emang berisiko, tapi who knows kalau emang
ada niat pasti ada jalan. Tapi yang jelas, gue saranin harus ada kegiatan
diluar kelas apapun itu. Karena teori engga bakalan jalan kalau engga diiringi
sama praktek.
Comments
Post a Comment